Blora Hari Kami (20 – 4 – 2023) -mediamitrahukumbhayangkara.com Filosofi ketupat yakni, sejarah Sunan Kalijaga yang pertama kalinya memperkenalkan di masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali bakda,yaitu bakda lebaran dan bakda kupat yang dimulai seminggu sesudah lebaran.
Dalam filosofi Jawa, ketupat atau kupat memiliki makna khusus, kependekan dari ngaku lepat dan lalu papat.
Ngaku lepat adalah tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku tepat (mengakui kesalahannya) bagi orang Jawa.
Sedangkan sungkeman mengajarkan bahwa pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati,memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Laku papat terdiri dari lebaran, luberan, leburan,laburan. Kalau lebaran berarti sudah usai,menandakan berakhirnya Bulan puasa, luberan adalah,meluber atau melimpah, dalam ajakan bersedekah untuk kaum fakir miskin,agar memberikan zakat fitrah,leburan yaitu sudah habis lebur yang bermaksud Dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat muslim dituntut untuk saling memaafkan pada sesama, dan laburan berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air, maupun pemutih dinding, supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir batinnya.
Kupat makanan yang terbuat dari bahan dasar beras, yang dibungkus dengan janur kelapa dan bentuknya segi Empat.
Menurut sejarahnya,janur diambil dari bahasa Arab telah datang cahaya ( Ja’a Nur).